BENTUK DAN PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI (KAPITALIS/LIBERAL)
BENTUK DAN
PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI
(KAPITALIS/LIBERAL)
Oleh:
Welasi Agustina ( 1221040032)
Ekonomi
Syariah - Fakultas Syariah
Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung
Abstrak : Tulisan
ini ditunjukan untuk melihat seperti apa system ekonomi kapitalis/liberal.
Sistem ekonomi kapitalis merupakan sebuah system organisasi ekonomi yang
dicirikan oleh hak milik privat atas alat-alat produksi dan distribusi dimana
pemamfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi yang sangat komfetitif. Kapitalisme
merupakan hasil dari pemikiran Adam Smith, ia adalah tokoh mazhab klasik di
mana para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mazhab klasik merupakan
dasar sistem ekonomi kapitalis. Doktrin yang diajarkan melalui bukunya “Welth
of Nation” menerangkan pilar-pilar kapitalis dengan konsep “laissez faire” , dan prinsip “the Invisible Hand” inilah yang menjadi pijakan dalam kerangka
dasar teori system ekonomi kapitalis,
yaitu tentang nilai barang dan jasa, struktur harga, yakni harga dalam area
produksi, harga dalam menentukan komsumsi dan harga dalam metode menentukan produksi.
Bagi kelompok kapitalis/liberalis, adalah hal yang lumrah jika tiap orang
memperoleh bagian yang berbeda-beda, dan justru perbedaan inilah yang menjadi
pemicu bagi setiap orang untuk maju. Menurut pandangan sistem ekonomi ini, jika
setiap orang mampu mengejar kepentingan masing-masing maka masyarakat secara
keseluruhan akan menjadi lebih sejahtera.
Kata kunci: Sistem Ekonomi Kapitalisme
Pendahuluan
Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa
pemikiran ahli-ahli ekonomi klasik yang dimotori oleh Adam Smith merupakan
dasar sistem ekonomi kapitalis. Tokoh-tokoh mazhab klasik mengemukakan bahwa
segala kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara bebas dinilai akan lebih
banyak mamfaatnya bagi kalangan masyarakat sebagai keseluruhan dari pada kalau
segalanya diatur pemerintah.
Pandangan tersebut didasarkan dari berbagai
saran atau pendapat yang menyatakan bahwa produksi dan komsumsi serta pembagian
kekayaan pada asasnya sudah ditentukan menurut hukum-hukum ekonomi yang
berlangsung didalam kehidupan masyarakat. Dan dalam upaya tiap orang untuk
mencari yang terbaik bagi dirinya masing-masing, pemerintah tidak boleh menekan
atau menghalangi aktivitas tiap pelaku ekonomi. Sehubungan dengan hal ini Smith
memperingatkan bahwa orang akan menjadi bodoh dan negara akan menjadi miskin
terbelakang jika tiap orang hanya menggantungkan hidup pada pemberian dan
kebaikan hati orang.[1] Untuk
itu peran pemerintah harus dibatasi hanya pada prasarana pekerjaan umum serta
jasa-jasa publik lainnya.
Adapun titik tolak
teori yang diberikan oleh ahli-ahli system ekonomi kapitalis adalah bahwa tiap pelaku ekonomi (baik konsumen
maupun produsen) haruslah diberi kebebasan untuk mengejar kepentingan
pribadinya masing-masing. Walaupun perekonomian dibiarkan bebas sesuai kekuatan
mekanisme pasar tanpa campur tangan dari pemerintah maka akan tercipta suatu
keseimbangan. Dalam model pasar persainngan sempurna, pasar bersifat self regulating dan self
correcting karena ada tangan tak kentara yang selalu dapat mengarahkan
perekonomian pada keseimbangan pemanfaatan sumber daya penuh yang menguntungkan
semua pihak dalam masyarakat.[2]
Landasan
(Nilai dan Prinsip)
Kapitalisme merupakan
sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat atas
alat-alat produksi dan distribusi yang pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam
kondisi yang sangat kompetitif (Milton H. Spencer; 1990). Selajutnya pengertian
sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang
cukup besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik
bagi kepentingan individual atas sumberdaya-sumberdaya ekonomi atau
faktor-faktor produksi. Pada sistem ekonomi ini terdapat keleluasaan bagi
perorangan untuk memiliki sumberdaya, seperti kompetisi antar individu dalam
memenuhi kebutuhan hidup, persaingan antar badan usaha dalam mencari
keuntungan. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh system ekonomi kapitalis adalah setiap orang
menerima imbalan berdasarkan prestasi kerjanya. Dalam hal ini campur tangan
pemerintah sangat minim, sebab pemerintah berkedudukan sebagai “Pengamat” dan
“Pelindung” dalam perekonomian (Subandi;2005)
Dumairy
(1996) mendefinisikan sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu sistem ekonomi
yang menyandarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar, prinsip laissez faire (persaingan bebas),
meyakini kemampuan “the invisible hand”
dalam menuju efisiensi ekonomi. Mekanisme pasarlah (kekuatan permintaan dan
penawaran) yang akan menentukan secara efisien ketiga pokok persoalan ekonomi
(apa yang harus diproduksi, bagaimana memproduksinya dan untuk siapa
diproduksi).[3]
Kapitalisme dapat dikatakan memiliki
kelima ciri berikut: (a) ia menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat,
produksi maksimum dan pemuasaan “keinginan” sesuai dengan preferensi individu
sebagai sesuatu yang sangat penting untuk kesejahteraan manusia; (b) ia
menganggap kebebasan individu tanpa batas untuk mencari kekayaan pribadi dan
untuk memiliki dan mengatur kepemilikan pribadi (private property) sebagai sebuah keharusan bagi inisiatif individu;
(c) ia mengasumsikan inisiatif individu bersama dengan pengambilan keputusan
yang terdesentralisasi dalam operasi pasar bebas sebagai syarat yang mencukupi
untuk mewujudkan efisiensi optimum pengalokasian sumberdaya; (d) ia tidak
mengakui perlunya peranan penting pemerintah atau pertimbangan-pertimbangan
nilai kolektif baik dalam efisiensi alokasi maupun keadilan distribusi; dan (e)
ia mengklaim bahwa pemenuhan kepentingan pribadi oleh semua individu juga akan
secara otomatis memenuhi kepentingan social bersama.[4]
Nilai-nilai yang paling dominan
dalam kapitalisme adalah individualisme (individualism),
kemajuan materiel (material progress)
dan rasionalitas (rationality). Nilai-nilai
ini amat terlihat dalam ajaran Adam Smith tentang mekanisme pasar. Menurut
Smith tersedianya apa yang kita butuhkan bukanlah karena kebaikan orang lain
yang memperhatikan nasib sesamanya, tetapi justru karena ambisi dan keserakahan
pribadi. Orang memproduksi baju bukan karena kasihan pada orang lain yang
kedinginan, tetapi karena dengan menjual bajulah mereka mendapat keuntungan.[5]
Sedangkan
prinsip dasar dari system ekonomi kapitalis adalah (i) Kebebasan memiliki harta secara perseorangan
dimana setiap negara
mengetahui hak kebebasan individu untuk memiliki harta perseorangan. Setiap
individu dapat memiliki, membeli dan menjual hartanya menurut yang dikehendaki
tanpa hambatan. Individu mempunyai kuasa penuh terhadap hartanya
dan bebas menggunakan sumber-sumber ekonomi menurut cara yang dikehendaki.
Setiap individu berhak menikmati manfaat yang diperoleh dari produksi dan
distribusi serta bebas untuk melakukan. (ii) Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas,yaitu
setiap individu berhak untuk
mendirikan, mengorganisasi dan mengelola perusahaan yang diinginkan. Individu
juga berhak terjun dalam semua bidang perniagaan dan memperoleh
sebanyak-banyaknya keuntungan. Negara tidak boleh campur tangan dalam semua
kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan, selagi aktivitas yang
dilakukan itu sah dan menurut peraturan negara tersebut,
dan (iii) Ketimpangan ekonomi, Dalam sistem ekonomi kapitalis, modal merupakan sumber
produksi dan sumber kebebasan. Individu-individu yang memiliki modal lebih
besar akan menikmati hak kebebasan yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang
sempurna. Ketiaksamaan kesempatan mewujudkan jurang perbedaan diantara golongan kaya
bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin[6]
Tujuan dan Kebijakan
Kegiatan ekonomi kapitalisme bertujuan
mencari keuntungan dengan berasas
pada biaya produksi yang murah dan keuntungan yang tinggi.
Pola pikir masyarakat kapitalis adalah perhitungan untung rugi (benefit cost
ratio). Semua miliknya termasuk dirinya diusahan menjadi kapital dan barang
dagangan untuk mencari keuntungan. Manusia sebagai subyek sekaligus sebagai
obyek, manusia saling memberdayakan satu dengan yang lainnya untuk mencari keuntungan. Manusia
sebagai obyek manakala ia diberdayakan oleh manusia lain, dan manusia sebagai
subyek manakala ia memberdayakan manusia lain.[7]
Setiap individu dalam
sebuah masyarakat kapitalistik dimotivasi oleh kekuatan-kekuatan ekonomi
sehingga ia akan bertindak sedemikian rupa untuk mencapai kepuasan terbesar
dengan pengorbanan atau biaya yang sekecil-kecilnya. Keputusan-keputusan untuk
memaksimumkan laba, yang dilakukan secara terdesentralisasi, dapat mencapai
hasil yang efisien tanpa perlu pengarahan dari pemerintah. Harga dalam pasar
persaingan sempurnalah yang akan bertindak sebagai sinyal untuk
mengintegrasikan keputusan para pelaku ekonomi.[8]
Dilihat dari sisi historis harus diakui, mekanisme pasar yang sangat
mengandalkan kebebasan individu, rasionalitas, dan semangat mencari keuntungan telah
berhasil meningkatkan motivasi kerja,inovasi dan produktivitas. Tetapi karena
pasar dalam dunia nyata tidak sama seperti pasar yang digambarkan kaum
kapitalis, maka tujuan dari pasar ini tidak sepenuhnya memenuhi harapan mereka.[9]
Kebijakan ekonomi kapitalis antara
lain:[10]
1.
Kepemilikan individu (private ownership of the means of
production)
2.
Didasarkan motif pencarian keuntungan
sebesar-besarnya (profit motive)
3.
Keputusan berdasar pada mekanisme pasar (decision are taken in the market place)
4.
Minimnya campur tangan pemerintah (a minimal role for the government)
Perkembangannya
Kapitalisme berkembang dari tingkat
yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Perkembangan kapitalisme berlangsung
sesusai dengan sifat dan watak kapitalnya, yaitu menghisap hasil kerja kaum
buruh, mengembangkan diri, bersaing dan menghancurkan lawannya.[11]
Doktrin utama dari sistem
ekonomi kapitalis “Laissez Faire”dan
pasar bebas yang merujuk kepada
pemikiran ahli ekonomi klasik dimana digambarkan bahwa perekonomian akan
berjalan tampa campur tangan pemerintah, model pemikiran ini bertahan cukup
lama dari kwartal terakhir abad ke-18 dan pertengahan pertama abad ke-19,
pandangan dan pemikiran para tokoh ekonomi pada zaman ini sangat berpengaruh di
Eropa dan Amerika serikat hampir satu abad lamanya (Bachrawi Sanusi :2004).
Akan tetapi dengan
terjadinya depressi dunia pada tahun 1930-an akan memaksa banyak orang untuk
menyadari bahwa telah terjadi perubahan-perubahan dan mengakui bahwa
pemikiran-pemikiran lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan perekonomian
pada zaman itu, oleh karena depressi mengakibatkan beberapa Negara industri
yang maju, menciptakan banyak pengganguran basar-besaran, berbagai perbankan
dan perusahaan menjadi bangkrut, para petani banyak yang kehilangan tanah,
penghasilan dan pengeluaran merosot. Akibat tersebut muncul pendapat kebanyakan
orang utamanya ahli-ahli ekonomi pada zaman itu, mereka berpendapat bahwa
satu-satunya obat yang paling mujarab adalah perlunya kebijaksanaan pemerintah
dalam pembelanjaan besar-besaran, pendapat kebanyakan orang soal depressi dan
obat mujarabnya benar. Karena terbukti dari cacatan sejarah bahwa kebanyakan
Negara-negara industri termasuk Amerika Serikat kesulitan akibat depressi dan
pengangguran dapat di atasi dengan kebijaksanaan pembelanjaan pemerintah yang
cukup besar untuk membangun proyek prasarana. Ahli-ahli ekonomi klasik yang
merupakan penganjur dari sistem ekonomi kapitalis tidak mampu menemukan
solusinya pada waktu itu.
Pada saat yang
bersamaan lahirlah buku “General Theory of Emfloyment, Intrrest and Money”
karya Yonh Mayrnard Keynes yang mengungkapkan konsep Negara kesejahteraan.
Dalam konsep ini sektor swasta dipersilahkan berkembang namun intervensi
pemerintah tetap diperlukan untuk menstabilkan perekonomian suatu Negara,
khususnya untuk menggerakkan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja, Keynes
yakin bahwa depressi yang terjadi sangat membutuhkan progam besar untuk
membiayai prasarana melalui pinjaman modal. Akibat ganda dari pengeluaran
pemerintah akan berakibat pada penghasilan masyarakat, pembelanjaannya dan
lowongan kerja yang meningkat. Keynes menyarankan juga perlunya distribusi
penghasilan/pendapatan yang lebih merata serta perlu adanya kebijaksanaan
pembatasan penghasilan sebagai suatu cara untuk menyehatkan perekonomian.
Dengan lahirnya the
General Theori dari Keynes banyak ahli-ahli ekonomi dunia yang menyokong teori
ini dan dinilai oleh ahli ahli ekonomi dunia sebagai suatu revolusi dalam
pemikiran ekonomi. Pada saat itulah awal dari runtuhnya sistem ekonomi
kapitalis. Pemikiran ekonomi Keynesian yang mendominasi Negara-negara industri
selama tiga puluh tahun sempat menjadi panutan oleh kebanyakan anggota PBB. Namun
dengan terjadinya krisis minyak bumi yang dimulai pada akhir tahun 1973
mengakibatkan resesi ekonomi dunia, pengangguran dan inflasi di atas 20 persen
di sejumlah Negara dan menyeret Negara-negara dunia ketiga tidak mampu membayar
utangnya. Sejak saat itu Negara-negara kapitalis memandang doktrin Keynesian
tidak mampu memberikan solusi bahkan dianggap sebagai penyebab krisis.
Krisis minyak bumi
mendorong Negara-negara kapitalis menempuh cara baru di dalam mengelola perekonomiannya.
Pembatasan fiscal dan control atas money supply menjadi tren baru di
Negara-negara industry maju, inilah yang mengilhami munculnya kembali paham
system ekonomi kapitalis dengan nama baru “Neoliberalisme” doktrin ekonomi
neoliberalisme dikembangkan ke dalam kerangka liberalisme yang lebih
sistimatis. Elizabeth Martinez and Arnoldo Garcia menjelaskan lima kerangka utama
neoliberalisme yaitu: free market, pembatasan anggaran belanja publik,
deregulasi, privatisasi, menghilangkan konsep barang publik.
Kelahiran
neoliberalisme memang tidak dapat dipisahkan dengan dari keberadaan ideologi
kapitalisme. Karakter liberal yang bertumpu pada kebebasan dan menonjolkan
kepentingan individu senantiasa menjadikan kegiatan ekonomi berjalan seperti
hukum rimba. Philosuf Inggris Herber Spencer memandang seleksi alam (survival
of fittest) sebagai prinsip wajib kegiatan ekonomi dalam system kapitalisme.
Konsekwensinya, perekonomian berjalan dengan cara menindas yang lemah dan
memfasilitasi yang kuat (pemilik modal) agar alokasi sumber daya (resources)
dan penguasaan pasar berada di tangan pemilik modal
Adapun perubahan
pemikiran ekonomi dari ekonomi pasar yang liberal ke Keynesian yang sarat
intervensi pemerintah, pasca depressi besar 1929, dan kembali liberal pasca krisis
minyak dunia 1973 dengan mainstream neoliberal merupakan dinamika pemikiran
ekonomi yang berkembang dalam system kapitalisme, dinamika pemikiran ini tidak
mengubah ideologi kapitalisme itu sendiri walaupun didalamnya terdapat
aliran-aliran pemikiran yang saling bertolak belakang dan kebijakan yang saling
kontradiktif. Sebab hakekatnya tidak ada perubahan pada asas sekularisme yang
menjadi pokok pikiran dan standar nilai kapitalisme. Perubahan hanya terjadi
pada pemikiran cabang ideologi ini, yakni pemikiran ekonomi.
Analisis
Sebagaiman
dijelaskan diatas bahwa ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi bebas, dimana
setiap orang dibebaskan melakukan yang terbaik bagi dirinya masing-masing (individual freedom of action), dan
kepercayaan bahwa campur tangan pemerintah yang terlalu banyak justru bisa
menyebabkan perekonomian mengalami distorsi yang ujung-ujungnya akan
menimbulkan terjadinya inefisiensi.
Sistem kapitalis lebih menyerahkan sepenuhnya proses distribusi pada
bekerjanya mekanisme pasar yang diyakini dapat menjamin kesejahteraan umum dan
efisiensi maksimum system.
Sayangnya
pendapat-pendapat diatas tidak berhasil menghapuskan kemiskinan atau pemenuhan
kebutuhan pokok bagi setiap orang. Ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan
justru meningkat. Disamping itu tingkat ketidakstabilan ekonomi dan
pengangguran yang tinggi telah menambah kesulitan lebih lanjut bagi si miskin.
Hal ini menunjukan bahwa efisiensi dan pemerataan masih tetap samar, meskipun
telah terjadi pembangunan yang cepat dan pertumbuhan luar biasa dalam kekayaan.
Alasan
utama mengapa kapitalisme gagal dalam mengimplementasikan tujuan-tujun yang
secara social diinginkan, ialah karena adanya konflik antara tujuan-tujuan
masyarakat dan pandangan dunia dengan strategi kapitalisme. Tujuan-tujuannya
memang humanitarian, didasarkan pada pondasi-pondasi moral, tetapi pandangan
dunia dan strateginya adalah darwinisme social. Klaim bahwa adanya keharmonisan
antara kepentingan individu dan umum pada hakikatnya didasarkan pada
asumsi-asumsi tertentu mengenai kondisi-kondisi latar belakang yang salah dan
tidak realistis, sehingga tidak pernah terbukti.
Karena
tidak adanya restrukturisasi sosioekonomi, maka Negara-negara kapitalis yang
maju sekalipun gagal meminimalkan kemiskinan dan pengangguran, memenuhi
kebutuhan pokok sebagian besar penduduknya, dan mengurangi kesenjangan
pendapatan dan kekayaan, meskipun mereka mengalami pertumbuhan yang cepat dan
sumber-sumber daya yang melimpah.
Jika sistem tersebut
dipertahankan terus, ketimpangan tetap akan terjadi, bahkan bisa lebih tajam
lagi. Untuk itulah perlu ditegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini, tidak
ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melakukan satu titik
balik peradaban. Titik balik perdaban meniscayakan dilakukannya pembangunan
dan pengembangan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Oleh
karena itu, diperlukan hadirnya sebuah system ekonomi yang lebih sesuai, sebuah
system yang terlahir dari sebuah system social masyarakat baik ideology, agama, filsafat dan hukum yang
diharapkan dapat memberikan penyelesaian terhadap permasalahan yang ada dan
berpihak kepada kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Sistem ekonomi
kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang cukup besar bagi
pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan
individual atas sumberdaya-sumberdaya ekonomi atau faktor-faktor produksi. Prinsip
“keadilan” yang dianut oleh system
ekonomi kapitalis adalah setiap orang menerima imbalan berdasarkan
prestasi kerjanya. Dalam hal ini campur tangan pemerintah sangat minim, sebab
pemerintah berkedudukan sebagai “Pengamat” dan “Pelindung” dalam perekonomian. Kegiatan
ekonomi kapitalisme bertujuan mencari keuntungan. Pola pikir masyarakat
kapitalis adalah perhitungan untung rugi (benefit cost ratio).
Kapitalisme berkembang
dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Perkembangan kapitalisme
berlangsung sesusai dengan sifat dan watak kapitalnya, yaitu menghisap hasil
kerja kaum buruh, mengembangkan diri, bersaing dan menghancurkan lawannya.
Sayangnya system
ekonomi kapitalisme ini tidak mampu memberikan kesejahteraan secara umum bagi
masyarakatnya. Ketimpangan pendapatan dan kekayaan menyebabkan jurang pemisah
yang cukup dalam antara si miskin dan si kaya (pemilik modal). Sehingga
tercipta kesenjangan ekonomi serta menimbulkan banyak persoalan-persoalan
ekonomi lainnya.
Oleh
karena itu, diperlukan hadirnya sebuah system ekonomi yang lebih sesuai, sebuah
system yang terlahir dari sebuah system social masyarakat baik ideology, agama, filsafat dan hukum yang
diharapkan dapat memberikan penyelesaian terhadap permasalahan yang ada dan
berpihak kepada kesejahteraan masyarakat.
Daftar
Rujukan
Chapra, Umer, Islam dan Tantangan
Ekonomi; Islamisasi Ekonomi Kontemporer, Surabaya:Risalah Gusti,1999.
, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta:
Gema Insani,2000.
Darsono, Karl Marx Ekonomi Politik dan Aksi-Revolusi, Jakarta:Diadit Media, 2007.
Deliarnov, Ekonomi Politik, Jakarta: Erlangga, 2006
Noor, Ruslan Abdul Ghofur. Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam dan
Format Keadilan Ekonomi di Indonesia. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2013.
Raharja, Prathama dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi &
Makroekonomi) Edisi Ketiga, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2008.
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekkonomi
Islam Jillid 1,Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf
Tambunan, Tulus
T.H. Perekonomian Indonesia,
Bogor:Ghalia Indonesia, 2009,
[1]
Deliarnov, Ekonomi Politik, Jakarta:
Erlangga, 2006, hal:30
[2] Ibid
[3]
Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian
Indonesia, Bogor:Ghalia Indonesia, 2009, hal:5
[4]
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan
Ekonomi; Islamisasi Ekonomi Kontemporer, Surabaya:Risalah Gusti,1999,
hal:18
[5]
Prathama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar
Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi) Edisi Ketiga, Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008, hal:470
[6] Afzalur Rahman, Doktrin Ekkonomi Islam Jillid 1,
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, hal:2-5
[7] Darsono, Karl Marx Ekonomi Politik dan Aksi-Revolusi, Jakarta:Diadit Media, 2007, Hal. 125-128.
[8] Deliarnov, Ekonomi Politik…Op.,Cit., hal: 31
[10]
Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep Distribusi
dalam Ekonomi Islam dan Format Keadilan Ekonomi di Indonesia,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2013, hal:73
Komentar
Posting Komentar