UANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
UANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Konsep uang dalam
islam
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang
dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan
tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik
(interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.[1][1]
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah
sesuatu yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat
stock concept, sedangkan dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa
pengertian. Frederic s. Mishkin, misalnya, mengemukakan konsep Irving fisher
yang menyatakan bahwa:
MV=PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
V = Tingkat perputaran uang
P = Tingkat harga barang
T = Jumlah barang yang diperdangkan
|
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin cepat
perputaran uang (V), maka semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini
juga berarti juga bahwa uang adalah flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa
sama sekali tidak ada kolerasi antara kebutuhan memegang uang (demand for
holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep fisher ini hampir sama dengan
konsep yang ada dalam ekonomi islam,
bahwa uang adalah flow concept, bukan stock concept.
Pendapat lain yang diungkapkan oleh
Mishkin adalah konsep dari Marshall pigou dari Cambridge yaitu:
MV=PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
K = 1/v
P = Tingkat harga barang
T = Jumlah barang yang diperdangkan
walaupun secara matematis k dapat dipindahkan kekiri atau ke
kanan, secara fiosofis kedua konsep ini berbeda. Dengan adanya k pada persamaan
marshall pigou di atas menyatakan bahwa demand
for holding money adalah suatu proporsi (K) dari jumlah pendapatan (PT).
semakin besar k, semakin besar demand for holding money (M), untuk
tingkat pendapatan tertentu (PT). ini berarti konsep dari marshall pigou
mengatakan bahwa uang adalah stock
concept. Oleh sebab itu, kelompok Cambridge mengatakan bahwa uang adalah
salah satu cara untuk menyimpan kekayaan (store
of wealth).
Dari uraian di atas, jelas bahwa kita tidak boleh gegabah
untuk mengatakan bahwa perbedaan Islam dan konvensional adalah Islam memandang
uang sebagai flow concept, dan
konvensional memandang uang sebagai stock
concept. Pandangan seperti itu menjadi keliru. Karena pada kenyataannya,
dalam ekonomi konvensional sendiri terjadi pertentangan yang hebat antara
kelompok Friedman dan kaum monetaris di satu kubu, dengan kaum Keynesian dan
Cambridge School di kubu yang lain. Kelompok yang pertama mengatakan, misalnya
Fisher, bahwa uang adalah flow concept,
sedangkan kelompok yang kedua menyakatakan bahwa uang adalah stock concept.
Dalam Islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang ketika
mengalir adalah publid goods (flow concept), lalu mengendap ke dalam
kepemilikan seseorang (stock concept),
uang tersebut menjadi milik pribadi (private
good).
Konsep publid goods belum dikenal dalam teori ekonomi sampai
tahun 1980-an. Baru setelah muncul ekonomi lingkunga, maka kita berbicara
tentang externalities, public goods, dan sebagainya. Dalam islam, konsep ini
sudah lama dikenal, yaitu ketika Rasulullah mengatakan bahwa “Manusia mempunyai
hak bersama dalalm tiga hal; air, rumput dan api” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan
Ibnu Majah). Dengan demikian berserikat dalam hal public goods bukan merupakan
hal yang baru dalam ekonomi islam, bahkan konsep ini sudah terimplementasi,
baik dalam bentuk musyarakah, muzara’ah,
musaqah, dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya, konsep private dan public goods
masing-masing dapat diilustrasikan dengan mobil dan jalan tol. Mobil adalah private good (capital) dan jalan tol
adalah public good (money). Apabila
mobil tersebut menggunakan jalan tol, baru kita dapat menikmati jalan tol.
Namun, apabila mobil tersebut tidak menggunakan jalan tol, maka kita tidak akan
menikmati jalan tol tersebut. Dengan kata lain, jika uang diinvestasikan dalam
proses produksi, maka kita baru akan mendapatkan lebih banyak uang. Sedangkan
dalam konsep konvensional uang dan capital dapat menjadi private goods, maka bagi mereka jika mobil diparkir di gerasi
ataupun digunakan di jalan tol, mereka tetap akan menikmati manfaat dari jalan
tol tersebut. Apakah uang diinvestasikan pada proses produksi aau tidak, mereka
tetap harus mendapat lebih banyak uang. Di sinilah letak keanehan teori bunga (interest theory) yang dikemukakan oleh
para ekonom konvensional.
B. Ekonomi Makro dengan Uang
Ahmad Hasan menjelaskan bahwa kata nuqud (uang) tidak
terdapat dalam Alquran maupun Hadis Nabi Saw. Karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan kata nuqud untuk menujukkan harga. Mereka menggunakan kata
dinar untuk menunjukkan mata uang yang
terbuat dari emas, kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari
perak. Mereka juga menggunakan kata wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata
‘Ain untuk menunjukkan dinar emas. Sedang kata fulus (uang tembaga) adalah alat
tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah.
Menurut Al-ghazali dan ibn Khaldun, definisi uang adalah apa
yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi
pertukaran, dan media simpanan.
1. Uang Sebagai Ukuran Harga
Abu Ubaid (w. 224 H) menyatakan bahwa dirham dan dinar
adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai
harga keduanya.[2][2]
Imam Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptakan
dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta agar seluruh
harta bisa diukur dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar,
sekian ukuran minyak za’faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan
satu ukuran, maka keduanya bernilai sama.
Ibn Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika seseorang susah
menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan
dirham untuk mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju,
nilai harga kuda itu terhadap beberaba kuda adalah nilai harga baju itu
terhadap beberapa baju. Maka jika kuda itu bernilai 50, tentunya baju-baju itu
juga harus bernilai 50.
2. Uang Sebagai Media Transaksi
Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapa pun bila ia
ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan uang dengan media transaksi lain
seperti cek. Berlaku juga cek sebagai alat pembayaran karena penjual dan
pembeli sepakat menerima cek sebagai alat bayar.
Begitu pula dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar
lainnya. Pihak yang dibayar dapat saja menolak penggunaan cek atau kartu kredit
sebagai alat bayar sedangkan uang berlaku sebagai alat pembayaran karena Negara
mensahkannya.
Umar bin Khatab r.a berkata,”saat
aku ingin menjadikan uang dari kulit unta, ada orang yang berkata,’kalau begitu
unta akan punah’, maka aku batalkan keinginan tersebut.
Sebaliknya emas dan perak tidak serta merta menjadi uang
bila tidak ada stempel (sakkah) Negara. Imam nawawi berkata “Makruh bagi rakyat
biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni, sebab
pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah. Kemudian apabila dirham
magsyusah tersebut dapat diketahui kadar campurannya, maka boleh menggunakannya
baik dengan kebendaannya maupun dengan nilainya. Adapun jika kadar campuran
tersebut tidak diketahui, maka di sini ada dua pendapat. Dan pendapat yang
paling shahih mengatakan hukumnya boleh. Sebab, yang dimaksudkan adalah lakunya
di pasaran. Dan campuran dari tembaga yang terdapat pada dirham tersebut tidak
mempengaruhi, sebagaimana halnya adonan
Imam malik bin Anas berkata : “Apabila pasar telah
menjadikan kulit sebagai mata uang, maka aku tidak senang kulit tersebut dijual
dengan emas dan perak.
3. Uang Media Penyimpanan Nilai
Al-Ghazali berkata : “kemudian disebabkan jual beli, muncul
kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan
baju, dari mana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa?
Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju
dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka
diperlukan “hakim yang adil” sebagai penengah antara kedua orang yang ingin
bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari
jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan
yang terus-menerus. Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang
tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak, dan logam.
Ibnu khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan.
Ia menyatakan, kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang, emas
dan perak sebagai nilai untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan
dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.
Dari ketiga fungsi tersebut jelaslah bahwa yang terpenting
adalah stabilitas uang, bukan bentuk uang itu sendiri, uang dinar yang terbuat
dari emas dan diterbitkan oleh raja Dinarius dari Kerajaan Romawi memenuhi
criteria uang yang nilainya stabil. Begitu pula uang dirham yang terbuat dari
perak dan diterbitkan oleh Ratu dari Kerajaan Sasanid Persia juga memenuhi
criteria uang stabil. Sehingga, meskipun dinar dan dirham diterbitkan oleh
bukan Negara islam, keduanya dipergunakan dizaman Rasulullah Saw.
C. Perubahan Fungsi Uang
Fungsi uang sebagai medium
of exchange dapat digunakan dan diterima sebagai alat pembayaran. Sebelum
ditemukannya koin, komoditi seperti hewan ternak berfungsi sebagai uang, begitu
juga dengan logam seperti emas dan perak yang digunakan pada masa lampau. Koin
Eropa yang dikenal modern saat itu sebenarnya berasal dari Bizantium dan Negara
Muslim yang diperkirakan ditemukan pada abad ke-17. Pada masa islam, Abdul
Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M), seoran Khalifah dari Dinasti Umayyah,
mengganti koin emas (dinar) Bizantium dan perak (dirham) Persia yang mempunyai
berat yang berbeda dengan koin Islam yang bernilai sama dengan unit of account.
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang uang, maka perlu
diketahui tentang perkembangan fungsi uang dan institusi yang menerbitkannya.
Ada tiga tahap perkembangan fungsi uang,
yaitu commodity money, token money,
dan deposit money.
1. Commodity money
Kita dapat mendefinisikan commodity money sebagai medium of exchange yang mempunyai nilai
komoditi apabila komoditi tersebut digunakan bukan sebagai uang. Sebagai medium of exchange terdapat tiga hal
penting yang harus diperhatikan:
a. Kalangan (Scarcity)
Supply dari medium of exchange
haruslah terbatas. Apabila tidak, maka nilai pertukaran dari komoditi tersebut
tidak ada.
b. Daya tahan (durability)
Jelas bahwa medium of exchange harus
tahan lama dan hal ini berhubungan dengan fungsi ketiga dari uang secara
konvensional yaitu sebagai store of value.
c.
Nilai
tinggi
Sebagai medium of exchange sangatlah
nyaman apabila unit tersebut mempunyai nilai tinggi sehingga tidak membutuhkan
jumlah yang banyak (kuantiti) dalam memerlakukan transaksi.
2. Token Money
Goldsmith (orang yang meminjamkan uang) dan para bankir
menyadari bahwa meminjam komoditi (seperti emas perak) dan kemudian
mengeluarkan tanda penerimaan (recipt) akan menghasilkan keuntungan. Mereka
akan memberikan bunga atas deposit koin emas dan perak. Apabila harga emas
batangan naik dan daya beli koin turun, maka mereka dapat melebur koin tersebut
menjadi bentuk batangan, atau bila harga di luar lebih tinggi dari harga di dalam
maka mereka akan menjual ke luar. Kedua aktivitas tersebut akan memberikan
keuntungan. Semakin tanda penerima (receipt) yang berputar diantara para
depositor, maka goldsmith dan para bankir akan mempunyai kesempatan lebih besar
untuk menggunakan emas dan perak tersebut dan memperoleh lebih banyak
keuntungan. Ini adalah conoh pertama dalam sejarah moneter inggris mengenai
token money dari aktivitas lembaga keuangan.
3. Deposit money
Semakin pesatnya pertunbuhan industry dalam rangka memenuhi
kebutuhan yang semakin meningkatnya, mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan
uang dalam jumlah besar, misalnya untuk keperluan pembangunan pabrik, pembelian
mesin, pembelian bahan baku dalam jumlah besar, pengiriman barang dalam jumlah
besar, juga transaksi antar Negara dalam jumlah besar. Untuk itu dibutuhkan
perubahan di bidang keuangan, terutama tentang cara pembayaran. Banyak para
pengusaha membayar tagihan mereka dengan menggunakan cheques. Hanya pengeluaran
kecil, gaji para karyawan. Dan tranportasi yang dibayar tunai. Pihak yang
menerima pembayaran akan memasukkan uang tersebut ke bank mereka.
Menurut Irving Fisher (1867-19470), cheque bukan uang,
tetapi hanya merupakan order tertulis (written
order) untuk mentranfer uang. Perlu dibedakan antara transfer instrument,
cheque, dan objek actual yang ditranfer yaitu bank deposit. Transfer belum
mempengaruhi bank deposit si pengiriman sampai uang tersebut dicairkan. Pada
waktu bank member pinjaman kepada seseorang, bank tidak memberikannya dalam
bentuk tunai (cash). Bank akan membuka account atas nama orang tersebut dengan
jumlah uang senilai pinjaman. Dengan demikian, bank membuat uang baru
(deposit), melebihi dan di atas notes dan coins (token atau legal money) yang
dibuat pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penting yang telah
mengubah perbankan modern adalah kemampuan bank deposit untuk mengubah
“purveyors of money” menjadi “ creator of money.
Komentar
Posting Komentar